Senin, 07 Desember 2009

HAKEKAT BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

HAKEKAT BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

Sebelum membahas tentang berbagai teori belajar dan prinsip-prinsip yang perlu diterapkan di dalam proses belajar mengajar, perlu terlebih dahulu mengetahui apa sebenarnya disebut “belajar” itu. Menurut Morgan dan kawan-kawan (1986) belajar dapat didefinisikan sebagai setiap perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman. Definisi ini mencakup tiga unsur, yaitu (1) belajar adalah perubahan tingkah laku, (2) perubahan tersebut terjadi karena latihan atau pengalaman. Perubahan yang terjadi pada tingkah laku karena unsur kedewasaan bukan belajar, dan (3) sebelum dikatakan belajar, perubahan tersebut harus relatif permanen dan tetap ada untuk waktu yang cukup lama.

Apa yang dikatakan oleh Morgan dan kawan-kawan ini senada dengan pendapat para ahli sebelumnya yang semuanya menyatakan bahwa

belajar merupakan suatu proses yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku karena adanya reaksi terhadap sesuatu situasi tertentu atau karena proses yang terjadi secara internal di dalam diri seseorang. Perubahan tersebut tidak terjadi karena adanya warisan genetik, atau respons secara alamiah, kedewasaan, atau keadaan organisma yang bersifat temporer seperti misalnya kelelahan, pengaruh obat-obatan, rasa takut, dan sebagainya, serta dapat merupakan perubahan dalam pemahaman, tingkah laku, persepsi, motivasi, dan seterusnya, atau gabungan dari kesemuanya (Snelbecker, 1974; Bower & Hilgard, 1981; Gagne;1985).

Dipandang dari segi kependidikan, apabila seseorang telah belajar sesuatu maka ia akan berubah kesiapannya dalam hal menghadapi lingkungannya. Belajar adalah aktif dan merupakan fungsi dari situasi di sekitar individu yang belajar serta diarahkan oleh tujuan dan terdiri dari bertingkahlaku, yang menimbulkan adanya pengalaman-pengalaman dan keinginan untuk memahami sesuatu. Apabila kita bicara tentang belajar maka sebenarnya kita bicarakan tentang bagaimana tingkahlaku seseorang berubah sebagai akibat dari pengalaman (Snelbecker, 1974). Snelbecker selanjutnya menyimpulkan definisi belajar, sebagai berikut (1) belajar harus mencakup tingkahlaku, (2) tingkahlaku tersebut harus berubah dari tingkat yang paling sederhana sampai yang kompleks, (3) proses perubahan tingkahlaku tersebut harus dapat dikontrol sendiri atau dikontrol oleh faktor-faktor eksternal.

Kalau ditelaah dan dipelajari lebih lanjut maka terlihat adanya kesamaan-kesamaan mengenai pengertian-pengertian tentang apa belajar itu, baik dipandang dari segi psikologi maupun pendidikan. Bedanya ialah bahwa para ahli psikologi memandang belajar sebagai perubahan yang terlihat, tidak perduli apakah perubahan-perubahan tersebut akan membuat atau justru menghambat adaptasi seseorang terhadap kebutuhan-kebutuhan di dalam masyarakat dan lingkungannya. Di lain pihak para pendidik menganggap proses belajar terjadi hanya apabila hal tersebut sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sekolah dan masyarakat. Jadi para psikolog lebih bersifat netral, sedang para pendidik belum menganggap seseorang telah belajar meskipun tingkah lakunya berubah, selama tingkahlakunya tersebut tidak mengarah tercapainya tujuan-tujuan yang telah ditetapkan di sekolah.
Proses belajar terdiri dari beberapa tahap yang kesemuanya harus dilalui bila seseorang ingin belajar dalam arti yang sesungguhnya. Dengan kata lain, agar dapat terjadi suatu pengertian seluruh proses belajar harus terjadi dalam semua tahap yang ada. Tahap-tahap tersebut kita namakan sebagai tahap terjadinya proses belajar. Seseorang belajar dari tidak tahu/tidak mengerti, kemudian melalui proses tahap pembelajaran motivasi, perhatian pada pelajaran atau belajar, menerima dan mengingat, reproduksi, generalisasi, melaksanakan latihan dan umpan baliknya

Proses belajar merupakan jalan yang harus ditempuh oleh seorang pelajar atau mahasiswa untuk mengerti suatu hal yang sebelumnya tidak diketahui. Seseorang yang melakukan suatu kegiatan belajar dapat disebut telah mengerti suatu hal, bila ia juga dapat menerapkan apa yang telah ia pelajari. Seperti seoarng pelajar atau mahasiswa dapat dikatakan tahu suatu rumus aljabar¬–(a+b)2 = a2+2 ab+b2– bila dia telah memahaminya dan mampu tanpa salah mengerjakan hitungan-hitungan yang berkaitan dengan rumus diatas. Jika demikian halnya dia telah memahami proses belajar secara berhasil. Keberhasilan seorang pengajar akan terjamin, bila dia dapat mengajak para muridnya mengerti suatu masalah melalui semua tahap proses belajar, karena dengan cara begitu murid akan memahami hal yang diajarkan. Dengan begitu berarti pengajar tersebut melakukan tugasnya dengan berhasil.

Masalah proses belajar merupakan masalah yang kompleks sifatnya. Disebut demikian karena proses belajar terjadi dalam diri seseorang yang melakukan kegiatan belajar tanpa bisa terlihat secara lahiriah. Maka hal tersebut dinamakan proses intern. Karena tidak terlihat pengajar harus memperhatikan petunjuk-petunjuk (indikator-indikator) tertentu, untuk menentukan apakah dalam diri seseorang yang belajar terjadi suatu proses belajar. Petunjuk-petunjuk itu adalah kejadian-kejadian yang nampak pada diri seseorang yang belajar sebagai cerminan terjadinya proses intern. Kita namakan hal itu sebagai proses ekstern, terjadi di sekeliling seorang murid. Proses tersebut memberi pengaruh pada proses intern. Maka apa yang harus dilakukan oleh seorang pengajar? Pengajar harus mengarahkan proses ekstern sedemikian rupa sehingga dapat mempengaruhi proses intern. Tanpa terjadinya proses intern seorang murid tidak akan dapat mengerti suatu hal yang diajarkan. Karena proses intern tidak dapat diamati secara langsung, pengajar dapat melakukan hal itu lewat proses ekstern. Ia perlu tahu faktor-faktor apa yang bisa mempengaruhi proses intern.

Proses Intern
Untuk dapat mengerti bahan yang diajarkan, seorang murid harus mengalami tahap-tahap berikut:

Tahap pertama: Motivasi

Keinginan untuk mencapai suatu hal tentu berdasarkan pada motivasi tertentu. Begitu pula halnya dengan seseorang yang melakukan kegiatan belajar. Kalau murid tidak mau belajar, pasti ada sebab-sebabnya. Dalam hal mengajar memang dibutuhkan motivasi tertentu. Untuk itu ada berbagai macam motivasi. Tetapi motivasi ingin berprestasi merupakan motivasi yang terpenting. Kalau seorang murid ingin lulus dalam ulangan atau tentamen, entah dengan alasan apapun, ia akan berusaha dapat mengerti apa yang diajarkan seorang pengajar. Bila murid tidak mempunyai motivasi untuk belajar, pengajar hendaknya memberi penjelasan sedemikian rupa sehingga dapat timbul motivasi yang dibutuhkan.

Sehubungan dengan motivasi, ada tiga hal yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan proses belajar:
a. Motivasi jangka panjang
Seorang murid yang belajar secara tekun guna menghadapi ulangan umum atau ujian akhir, mempunyai motivasi jangka panjang. Setiap kali ia selalu memaksa diri untuk dapat mengerti hal yang dijelaskan oleh pengajarnya. Motivasi seperti ini mempunyai arti sama pentingnya dengan inteligensi yang baik.

b. Motivasi jangka pendek
Motivasi jenis ini merupakan minat pada saat itu, yang dibutuhkan agar para pendengar mengerti penjelasan pengajar. Motivasi ini sangat dipengaruhi oleh motivasi jangka panjang. Dan sebaliknya motivasi jangka panjang memperoleh isi dari motivasi jangka pendek. Contoh motivasi jangka pendek: Seorang pengajar memberi penjelasan tentang proses kelapukan kepada para calon insinyur sipil. Selama pelajaran itu terlihat para pendengar kurang mempunyai motivasi untuk mendengarkan. Hal ini mungkin karena pendengar belum tahu, bahwa masalah tersebut penting bagi mereka. Seandainya pengajar itu menerangkan bahwa memperhitungkan faktor kelapukan dalam perencanaan adalah penting bagi pembuat jembatan, boleh jadi para pendengar akan segera melihat perlunya mengerti masalah proses kelapukan itu. Dengan cara begitu pengajar merangsang timbulnya motivasi dan membuka jalan bagi pendengar untuk mengerti bahan yang diajarkan. Apabila kedua motivasi tersebut tidak ada maka proses belajar pun jelas tidak akan terjadi.

c. Kadar surut ingatan (regresi)

Yang dimaksud dengan kadar surut ingatan atau regresi adalah proses melemahnya ingatan seseorang akan sesuatu hal. Murid dengan kadar surut ingatan-ingatan yang tinggi mudah lupa akan masalah yang dijelaskan oleh pengajar. Tetapi murid dengan kadar surut ingatan yang rendah akan dapat mengingat lebih lama mengenai hal yang diajarkan. Seorang pengajar dapat memperkecil regresi murid-muridnya atau mahasiswanya dengan jalan menanamkan motivasi kepada mereka, baik motivasi jangka panjang maupun motivasi jangka pendek. Tetapi regresi juga dapat berkurang apabila seorang mahasiswa mempunyai banyak kepentingan dengan hal yang diajarkan karena kepentingan dapat memperkuat motivasi seseorang.

Tahap kedua: Perhatian pada pelajaran atau belajar
Murid harus diikutsertakan dalam bahan yang diajarkan. Mereka harus memusatkan perhatiannya pada bahan tersebut. Kalau ada salah satu macam motivasi saja (tahap pertama), maka perhatian pada pelajaran atau belajar akan timbul. Timbulnya perhatian murid tersebut sangat tergantung pada pengajar.bila pengajar dapat menarik perhatian murid, dengan sendirinya tingkat perhatian mereka pun akan tinggi. Hal tersebut dapat diusahakan dengan membuat variasi penggunaan tempo dalam mengajar, nada suara, serta variasi penggunaan teknik mengajar. Seorang pengajar yang selalu bersikap berdiri (atau duduk) di satu tempat, yang berbicara dengan nada suara yang selalu sama, tanpa pernah memandang kearah muridnya, tidak pernah menulis sesuatu di papan tulis, tidak pernah mengajukan pertanyaan dan lain sebagainya, akan sedikit sekali memperoleh perhatian dari pihak muridnya.

Pelajaran atau belajar yang ia berikan menjadi tidak menarik dan membosankan. Agar jam pelajaran atau belajar memperoleh perhatian secukupnya, pengajar perlu memperhatikan perbandingan antara waktu kerja dengan waktu istirahat sejenak dalam jam pelajaran tersebut, mengingat bahwa kenyataannya perhatian murid makin lama makin menurun sepanjang jam pelajaran itu. Gambar 2 menunjukkan jalan garis perhatian murid dalam suatu jam pelajaran. Gambar 2A menunjukkan perhatian murid meningkat pada lima menit pertama. Kemudian akan menurun secara perlahan-lahan. Tetapi tingkat perhatian murid dapat dinaikkan kembali umpamanya dengan istirahat singkat, yang disisipkan pada saat tertentu. Hal tersebut dilukiskan pada gambar 2B. Tentu saja menyisipkan istirahat pendek itu bukan satu-satunya cara untuk menghidupkan lagi perhatian murid.

Pengajar juga dapat mempengaruhi proses belajar secara positif dengan variasi dalam mengajar. Sebagai contoh, setelah dua puluh lima menit pelajaran berjalan pengajar mengajukan pertanyaan atau menjawab pertanyaan pendengar. Bisa juga dengan cara lain, yaitu menunjuk salah seorang pendengar untuk menjelaskan sesuatu.

Pendeknya ada banyak macam cara dapat digunakan untuk menghidupkan kembali perhatian pihak pendengar. Perlu diketahui bahwa perhatian untuk mengerti sesuatu merupakan tahap yang tak dapat dielakkan dalam proses belajar.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar