Jumat, 11 Desember 2009

7 Jurus Menghilangkan Kecemasan

Resensi Buku Baru | 7 Jurus Menghilangkan Kecemasan dan Memulai Hidup Baru

Judul Buku : 7 Jurus Menghilangkan Kecemasan dan Memulai Hidup Baru
Penulis : Dale Carnegie
Penerbit : Kinza Books
Terbit : Juni 2009
Tebal : 100 Halaman
Harga : Rp19.500

Tujuh Jurusan Sederhana Agar Hidup Tak Merana

BISA dipastikan semua manusia memiliki masalah, bahkan tak jarang menghadirkan kecemasan dan tekanan yang berat. Kehidupan manusia memang tak ada yang berjalan lurus-lurus saja, selama masih berinteraksi dengan kehidupan sosial pasti akan muncul permasalahan.

Semakin lama dan intensnya sebuah interaksi, maka permasalah yang hadir pun semakin kompleks. Jadi masalah tak pernah bisa dihindari, namun masalah harus diatasi. Menghindari masalah sama saja menghadapi masalah yang lebih besar, sebaliknya jika mampu mengatasi masalah membuat manusia semakin besar.

Jadi kalau masalah dalam kehidupan

tak bisa dihindari, kenapa meski khawatir dan membuat tertekan. Hadapi saja dan temukan solusi sebaik mungkin, karena itu akan membuat Anda lebih tenang menjalani kehidupan dan meraih kebahagiaan. Yang perlu dipersiapkan hanyalah kemauan menghadapi masalah dan mencari solusinya.

Ternyata solusi yang dibutuhkan pun tak begitu rumit, banyak cara sederhana untuk mengatasi masalah dalam kehidupan. Salah satu yang patut dicoba adalah tips dari Dale Carnegie dalam buku berjudul 7 Jurus Menghilangkan Kecemasan dan Memulai Hidup Baru yang diterbitkan Kinza Books. Buku yang berjudul asli How To enjoy Your Life dan dalam versi Arab berjudul Fununul Hayat Bidunil Khazn, berisi tujuh jurus menghadapi pelbagai masalah dalam kehidupan.

Buku setebal 100 halaman ini, betul-betul sederhana. Bukan hanya bahasanya yang mudah dipahami, tips yang disampaikan pun tak rumit sehingga cukup aplikatif. Namun, solusi yang ditawarkan bisa membangkitkan kembali motivasi hidup karena disarikan dari berbagai pengalaman sejumlah tokoh besar.

Di antaranya adalah menjadi diri sendiri, mensyukuri nikmat yang diperoleh, bersemangat dan kreatif dalam berkarya, tidak mudah kecewa dengan kritik, dan membuang jauh sikap mudah sakit hati. Buku ini terasa begitu ringan, namun isinya mengajak kita untuk lebih rileks menjalani hidup dan tenang menghadapi masalah.

Tak perlu ada yang dikhawatirkan bila kita mampu mengembangkan jurus-jurus di atas. Karena bayang-bayang kecemasan akan menghadapi masalah dalam kehidupan, menunjukkan seseorang tak mempunyai sikap mental dan solusi yang baik. Jadi terus perkaya pengalaman dan kemampuan Anda untuk menghadapi masalah.

Bila kita terlatih mampu mengatasi masalah, maka tak perlu ada lagi kecemasan mengarungi kehidupan. Ketenangan dalam menjalani hidup, berpotensi melejitkan prestasi dan mencapai kebahagiaan dalam hidup. Semoga buku ini bermanfaat bagi Anda. (wasis wibowo)





Selengkapnya...

Faktor penyebab timbulnya kecemasan

Faktor penyebab timbulnya kecemasan

menurut Collins dalam Susabda (1983,112) bahwa kecemasan timbul karena adanya:
Threat (Ancaman) baik ancaman terhadap tubuh, jiwa atau psikisnya (seperti kehilangan kemerdekaan, kehilangan arti kehidupan) maupun ancaman terhadap eksistensinya (seperti kehilangan hak). Conflik (Pertentangan) yaitu karena adanya dua keinginan yang keadaannya bertolak belakang, hampir setiap dua konflik, dua alternatif atau lebih yang masing-masing yang mempunyai ifat approach dan avoidance. Fear (Ketakutan) kecemasan sering timbul karena ketakutan akan sesuatu, ketakutan akan kegagalan menimbulkan kecemasan, misalnya ketakutan akan kegagalan dalam mengahadapi ujian atau ketakutan akan penolakan menimbulkan kecemasn setiap kali harus berhadapan dengan orang baru. Unfulled Need (Kebutuhan yang tidak terpenuhi) kebutuhan manusia begitu kompleks dan bila ia gagal untuk memenuhinya maka timbullah kecemasan.



Faktor-faktor penyebab kecemasan dapat digolongkan menjadi:

1. Faktor Kognitif. McMahon (1986,559) menyatakan bahwa kecemasan dapat timbul sebagai akibat dari antisipasi harapan akan situasi yang menakutkan dan pernah menimbulkan situasi yang menimbulkan rasa sakit, maka apabila ia dihadapkan pada peristiwa yang sama ia akan merasakan kecemasan sebagai reaksi atas adanya bahaya.

2. Faktor Lingkungan. Menurut Slavson (1987), salah satu penyebab munculnya kecemasan adalah dari hubungan-hubungan dan ditentukan langsung oleh kondisi-kondisi, adat-istiadat, dan nilai-nilai dalam masyarakat. Kecemasan dalam kadar terberat dirasakan sebagai akibat dari perubahan sosial yang amat cepat, dimana tanpa persiapan yang cukup, seseorang tiba-tiba saja sudah dilanda perubahan dan terbenam dalam situasi-situasi baru yang terus menerus berubah. Dimana perubahan ini merupakan peristiwa yang mengenai seluruh lingkungan kehidupan, maka seseorang akan sulit membebaskan dirinya dari pengalaman yang mencemaskan ini.

3. Faktor Proses Belajar. Menurut Mowrer (dalam Goldstein&Krasner, 1988:282) kecemasan timbul sebagai akibat dari proses belajar. Manusia mempelajari respon terhadap stimulus yang memperingatkan adanya peristiwa berbahaya dan menyakitkan yang akan segera terjadi.


Greenberger & Padesky (2004,212) menyatakan bahwa kecemasan berasal dari dua aspek, yakni aspek kognitif dan aspek kepanikan yang terjadi pada seseorang. diantaranya adalah :

1. Aspek kognitif, yang meliputi :

a. Kecemasan disertai dengan persepsi bahwa seseorang sedang berada dalam bahaya atau terancam atau rentan dalam hal tertentu, sehingga gejala fisik kecemasan membuat seseorang siap merespon bahaya atau ancaman yang menurutnya akan terjadi.

b. Ancaman tersebut bersifat fisik, mental atau sosial, diantaranya adalah: (1). Ancaman fisik terjadi ketika seseorang percaya bahwa ia akan terluka secara fisik. (2). Ancaman mental terjadi ketika sesuatu membuat khawatir bahwa dia akan menjadi gila atau hilang igatan.(3). Ancaman sosial terjadi ketika seseorang percaya bahwa ia akan ditolak, dipermalukan, merasa malu atau dikecewakan.

c. Persepsi ancaman berbeda-beda untuk setiap orang.

d. Sebagian orang, karena pengalaman mereka bisa terancam dengan begitu mudahnya dan akan lebih sering cemas. Orang lain mungkin akan memiliki rasa aman dan keselamatan yang lebih besar. Tumbuh dilingkungan yang kacau dan tidak sabil bisa membuat seseorang menyimpulkan bahwa dunia dan orang lain selalu berbahaya.

e. Pemikiran tentang kecemasan berorientasi pada masa depan dan sering kali memprediksi malapetaka. Pemikiran tentang kecemasan sering dimulai dengan “Bagaimana kalau…” dan berakhir dengan hal yang kacau. Pemikiran tentang kecemasan juga sering meliputi citra tentang bahaya. Pemikiran-pemikiran ini semua adalah masa depan dan semuanya memprediksi hasil yan buruk.

2. Aspek kepanikan
Panik merupakan perasaan cemas atau takut yang ekstrem. Rasa panik terdiri atas kombinasi emosi dan gejala fisik yang berbeda. Seringkali rasa panik ditandai dengan adanya perubahan sensasi fisik atau mental, dalam diri seseorang yang menderita gangguan panic, terjadi lingkaran setan saat gejala-gejala fisik, emosi, dan pemikiran saling berinteraksi dan meningkat dengan cepat. Pemikiran ini menimbulkan ketakutan dan kecemasan serta merangsang keluarnya adrenalin. Pemikiran yang katastrofik dan reaksi fisik serta emosional yang lebih intens yang terjadi bias menimbulkan dihindarinya aktivitas atau situasi saat kepanikan telah terjadi sebelumnya.



Selengkapnya...

Faktor Predisposisi Kecemasan

Faktor Predisposisi Kecemasan

Setiap perubahan dalam kehidupan atau peristiwa kehidupan yang dapat menimbulkan keadaan stres disebut stresor. Stres yang dialami seseorang dapat menimbulkan kecemasan, atau kecemasan merupakan manifestasi langsung dari stres kehidupan dan sangat erat kaitannya dengan pola hidup (Wibisono, 1990).
Berbagai faktor predisposisi yang dapat menimbulkan kecemasan (Roan, 1989) yaitu faktor genetik, faktor organik dan faktor psikologi. Pada pasien yang akan menjalani operasi, faktor predisposisi kecemasan yang sangat berpengaruh adalah


faktor psikologis, terutama ketidak pastian tentang prosedur dan operasi yang akan dijalani.

Gejala Kecemasan
Penderita yang mengalami kecemasan biasanya memiliki gejala-gejala yang khas dan terbagi dalam beberapa fase, yaitu :

a. Fase 1
Keadan fisik sebagaimana pada fase reaksi peringatan, maka tubuh mempersiapkan diri untuk fight (berjuang), atau flight (lari secepat-cepatnya). Pada fase ini tubuh merasakan tidak enak sebagai akibat dari peningkatan sekresi hormon adrenalin dan nor adrenalin. Oleh karena itu, maka gejala adanya kecemasan dapat berupa rasa tegang di otot dan kelelahan, terutama di otot-otot dada, leher dan punggung. Dalam persiapannya untuk berjuang, menyebabkan otot akan menjadi lebih kaku dan akibatnya akan menimbulkan nyeri dan spasme di otot dada, leher dan punggung. Ketegangan dari kelompok agonis dan antagonis akan menimbulkan tremor dan gemetar yang dengan mudah dapat dilihat pada jari-jari tangan (Wilkie, 1985). Pada fase ini kecemasan merupakan mekanisme peningkatan dari sistem syaraf yang mengingatkan kita bahwa system syaraf fungsinya mulai gagal mengolah informasi yang ada secara benar (Asdie, 1988).

b. Fase 2 (dua)
Disamping gejala klinis seperti pada fase satu, seperti gelisah, ketegangan otot, gangguan tidur dan keluhan perut, penderita juga mulai tidak bisa mengontrol emosinya dan tidak ada motifasi diri (Wilkie, 1985). Labilitas emosi dapat bermanifestasi mudah menangis tanpa sebab, yang beberapa saat kemudian menjadi tertawa. Mudah menangis yang berkaitan dengan stres mudah diketahui. Akan tetapi kadang-kadang dari cara tertawa yang agak keras dapat menunjukkan tanda adanya gangguan kecemasan fase dua (Asdie, 1988). Kehilangan motivasi diri bisa terlihat pada keadaan seperti seseorang yang menjatuhkan barang ke tanah, kemudian ia berdiam diri saja beberapa lama dengan hanya melihat barang yang jatuh tanpa berbuat sesuatu (Asdie, 1988).

c. Fase 3
Keadaan kecemasan fase satu dan dua yang tidak teratasi sedangkan stresor tetap saja berlanjut, penderita akan jatuh kedalam kecemasan fase tiga. Berbeda dengan gejala-gejala yang terlihat pada fase satu dan dua yang mudah di identifikasi kaitannya dengan stres, gejala kecemasan pada fase tiga umumnya berupa perubahan dalam tingkah laku dan umumnya tidak mudah terlihat kaitannya dengan stres. Pada fase tiga ini dapat terlihat gejala seperti : intoleransi dengan rangsang sensoris, kehilangan kemampuan toleransi terhadap sesuatu yang sebelumnya telah mampu ia tolerir, gangguan reaksi terhadap sesuatu yang sepintas terlihat sebagai gangguan kepribadian (Asdie, 1988).

Klasifikasi Tingkat Kecemasan Ada empat tingkat kecemasan, yaitu ringan, sedang, berat dan panik (Townsend, 1996).

Kecemasan ringan; Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah kelelahan, iritabel, lapang persepsi meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai situasi.

Kecemasan sedang; Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada masalah yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung dan pernapasan meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak optimal, kemampuan konsentrasi menurun, perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan yang tidak menambah ansietas, mudah tersinggung, tidak sabar,mudah lupa, marah dan menangis.

Kecemasan berat; Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area yang lain. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat tidur (insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi menyempit, tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi, perasaan tidak berdaya, bingung, disorientasi.

Panik; Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang terjadi pada keadaan ini adalah susah bernapas, dilatasi pupil, palpitasi, pucat, diaphoresis, pembicaraan inkoheren, tidak dapat berespon terhadap perintah yang sederhana, berteriak, menjerit, mengalami halusinasi dan delusi.

Selengkapnya...

Teori Kecemasan

Teori Kecemasan

Kecemasan adalah ketegangan, rasa tidak aman dan kekawatiran yang timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui dan berasal dari dalam (DepKes RI, 1990).

Kecemasan dapat didefininisikan suatu keadaan perasaan keprihatinan, rasa gelisah, ketidak tentuan, atau takut dari kenyataan atau persepsi ancaman sumber aktual yang tidak diketahui atau dikenal (Stuart and Sundeens, 1998).

Kecemasan adalah suatu keadaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan yang disertai dengan tanda somatik yang menyatakan terjadinya hiperaktifitas sistem syaraf otonom. Kecemasan adalah gejala yang tidak spesifik yang sering ditemukan dan sering kali merupakan suatu emosi yang normal (Kusuma W, 1997). Kecemasan adalah respon terhadap suatu ancaman yang sumbernya tidak diketahui, internal, samar-samar atau konfliktual (Kaplan, Sadock, 1997).


Teori Kecemasan
Kecemasan merupakan suatu respon terhadap situasi yang penuh dengan tekanan. Stres dapat didefinisikan sebagai suatu persepsi ancaman terhadap suatu harapan yang mencetuskan cemas. Hasilnya adalah bekerja untuk melegakan tingkah laku (Rawlins, at al, 1993). Stress dapat berbentuk psikologis, sosial atau fisik. Beberapa teori memberikan kontribusi terhadap kemungkinan faktor etiologi dalam pengembangan kecemasan. Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut :

a. Teori Psikodinamik
Freud (1993) mengungkapkan bahwa kecemasan merupakan hasil dari konflik psikis yang tidak disadari. Kecemasan menjadi tanda terhadap ego untuk mengambil aksi penurunan cemas. Ketika mekanisme diri berhasil, kecemasan menurun dan rasa aman datang lagi. Namun bila konflik terus berkepanjangan, maka kecemasan ada pada tingkat tinggi. Mekanisme pertahanan diri dialami sebagai simptom, seperti phobia, regresi dan tingkah laku ritualistik. Konsep psikodinamik menurut Freud ini juga menerangkan bahwa kecemasan timbul pertama dalam hidup manusia saat lahir dan merasakan lapar yang pertama kali. Saat itu dalam kondisi masih lemah, sehingga belum mampu memberikan respon terhadap kedinginan dan kelaparan, maka lahirlah kecemasan pertama. Kecemasan berikutnya muncul apabila ada suatu keinginan dari Id untuk menuntut pelepasan dari ego, tetapi tidak mendapat restu dari super ego, maka terjadilah konflik dalam ego, antara keinginan Id yang ingin pelepasan dan sangsi dari super ego lahirlah kecemasan yang kedua. Konflik-konflik tersebut ditekan dalam alam bawah sadar, dengan potensi yang tetap tak terpengaruh oleh waktu, sering tidak realistik dan dibesar-besarkan. Tekanan ini akan muncul ke permukaan melalui tiga peristiwa, yaitu : sensor super ego menurun, desakan Id meningkat dan adanya stress psikososial, maka lahirlah kecemasan-kecemasan berikutnya (Prawirohusodo, 1988).

b. Teori Perilaku
Menurut teori perilaku, Kecemasan berasal dari suatu respon terhadap stimulus khusus (fakta), waktu cukup lama, seseorang mengembangkan respon kondisi untuk stimulus yang penting. Kecemasan tersebut merupakan hasil frustasi, sehingga akan mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang di inginkan.

c. Teori Interpersonal
Menjelaskan bahwa kecemasan terjadi dari ketakutan akan penolakan antar individu, sehingga menyebabkan individu bersangkutan merasa tidak berharga.
d Teori Keluarga
Menjelaskan bahwa kecemasan dapat terjadi dan timbul secara nyata akibat adanya konflik dalam keluarga.

e. Teori Biologik
Beberapa kasus kecemasan (5 - 42%), merupakan suatu perhatian terhadap proses fisiologis (Hall, 1980). Kecemasan ini dapat disebabkan oleh penyakit fisik atau keabnormalan, tidak oleh konflik emosional. Kecemasan ini termasuk kecemasan sekunder (Rockwell cit stuart & sundeens, 1998).



Selengkapnya...

Metode Penanganan Kecemasan

Metode Penanganan Kecemasan

Pengaruh terbesar kecemasan terhadap performance ada pada gerak motorik seorang atlet. Dengan tingkat kecemasan yang melebihi ambang batas, respon-respon tubuh yang muncul relative merugikan untuk sebuah penampilan. Tubuh yang gemetar membuat gerakan-gerakan menjadi terbatas, belum lagi dengan kekakuan otot yang mengiringi atlet yang cemas. Hasilnya, penampilan tidak akan maksimal. Kesalahan-kesalahan passing, atau gerakan yang tidak terkontrol akan muncul tanpa sadar.

Untuk itu, atlet perlu disiapkan untuk menangani kecemasannya dengan baik. Pelatih merupakan ujung tombak agar atletnya

tidak mudah stress dan cemas. Program latihan harus diatur sedemikian rupa sehingga membiasakan para pemain berada dalam tekanan. Tentu saja bukan tekanan dari pelatih, tapi oleh situasi-situasi pertandingan tersebut.

Dalam teori kepelatihan sepakbola modern, pola-pola latihan yang melibatkan tekanan mulai diperkenalkan. Van Lingen (1989) menyatakan bahwa unsur tekanan akan membiasakan para pemain berada dalam situasi pertandingan sesungguhnya. Contoh mudah adalah dengan menghadirkan “lawan” dalam setiap sesi latihan. Latihan passing tidak dianjurkan lagi hanya dengan dua orang yang berhadap-hadapan tanpa kehadiran musuh disana. Begitu pula latihan shooting, driblling dan sebagainya.

Pola latihan yang tepat akan membuat para pemain terbiasa dengan tekanan. Hasilnya akan terlihat pada kompetisi. Pemain tidak lagi canggung untuk menghadapi musuh, karena memang sudah relative terbiasa.

Selain itu, kompetisi berjasa untuk mengasah keterampilan emosional pemain. Dengan digelarnya kompetisi rutin, maka para pemain akan lebih sering bertemu dengan “lawan” sebenarnya. Jika sejak dini seorang atlet sudah sering dihadapkan untuk mengatasi tekanan lawan, maka kemampuan untuk mengalahkan imajinasi tentang lawannya akan semakin mudah. Menurut FIFA, seorang pemain usia dini seharusnya menghadapi minimal 30 pertandingan resmi dalam setahun. Salah satu tujuannya tentu saja untuk membiasakan para pemain.

Selain cara-cara yang berkaitan dengan proses latihan, perlu juga diberikan penanganan-penanganan yang bersifat pribadi. Ini adalah tugas dari seorang konsultan psikologi atau psikologi olahraga untuk membuat sebuah bentuk penanganan untuk mengurangi tingkat kecemasan atlet dan untuk menyiapkan mental atlet dalam menghadapi pertandingan penting. Salah satunya adalah dengan imagery training.

Para atlet diajak untuk berlatih “membayangkan” situasi-situasi yang akan dihadapi di lapangan. Tujuannya adalah memberi gambaran awal tentang situasi dan kondisi yang akan dihadapi. Banyak penelitian telah membuktikan efektifitas imagery traingin ini dalam mengurangi kecemasan pemain (Yukelson, 2007)s.

Secara individual, para atlet juga harus membekali dirinya dengan keterampilan mental untuk mengurangi kecemasan yang timbul. Keterampilan-keterampilan tersebut berkaitan dengan keyakinan-keyakinan pribadi. Salah satu contohnya adalah dengan self talk. Dengan self talk, para atlet diajak untuk mengurai kemampuannya sendiri dengan lebih objektif beserta solusi-solusi atas kekurangan-kekurangannya.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh para atlet dalam rangka mengurangi kecemasan yang ditimbulkan oleh tekanan pertandingan, yakni:

• Membuat perpektif yang benar; bertanding dalam sebuah cabang olahraga bukanlah masalah hidup atau mati. Dengan demikian, beban akan lebih ringan. Bukan berarti hal ini menganggap remeh sebuah pertandingan, namun sekedar meletakkan permasalahan dengan lebih objektif.

• Jangan takut untuk membuat kesalahan. Perasaan takut membuat kesalahan memberi kontribusi yang cukup besar munculnya kecemasan. Dengan menganggap bahwa tidak semua orang bisa sukses setiap waktu bisa meringankan beban. Bahkan seorang Zinedine Zidane pun melakukan kesalahan yang fatal.

• Mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya. Dengan berlatih keras dan dengan metode yang benar, maka semua halangan bisa dengan mudah dikalahkan.

• Berkonsentrasi tinggi. Selama pertandingan berlangsung, hilangkan persoalan-persoalan yang tidak berkaitan. Dengan berkonsentrasi pada apa yang sedang dihadapi, maka seorang pemain atau atlet akan lebih bisa berfikir rasional. Pikirkan juga apa yang sedang dilakukan, bukan semata pada hasil akhir.

Dengan pendekatan yang benar, maka kecemasan tidak akan menghalangi penampilan seorang atlet. Sebaliknya, dengan kecemasan yang relatif tinggi, sebenarnya atlet tersebut sedang bersemangat. Tinggal peran atlet, pelatih dan psikologi yang ditunggu untuk menciptakan pemain-pemain yang tidak mudah stress dan bisa dengan maksimal menggunakan skillnya untuk menciptakan prestasi.




Selengkapnya...

Cara Menghadapi Kecemasan

Cara Menghadapi Kecemasan dengan Lebih Berani!

Sebelum menghadapi sebuah pertandingan, ada yang umum terjadi dalam diri atlet. Kondisi psikologis atlet biasanya menjadi lebih tinggi. Hal ini terpicu oleh situasi dan keadaan yang akan di hadapi. Ditambah dengan embel-embel sebuah pertandingan penting yang menentukan. Dari kondisi tersebut muncul reaksi-reaksi fisiologis dalam tubuh seorang atlet. Keringat mengucur deras, tangan dan kaki basah oleh keringat, nafas terengah-engah, gemetar, kepala pusing, mual hingga muntah-muntah. Itu semua adalah respon fisik atas kondisi mental yang meningkat. Secara umum, atlet tersebut merasa cemas.

Kecemasan adalah

peristiwa yang umum dihadapi oleh siapa saja saat akan menghadapi sesuatu yang penting. Termasuk juga para atlet. Munculnya rasa cemas, biasanya di dahului oleh gambaran mental atas peristiwa-peristiwa yang akan dihadapi. Dengan kata lain, ada proses pembayangan yang dilakukan oleh seorang atlet yang mendahului munculnya rasa cemas. Dari gambaran tersebut kemudian menyatu dengan persepsi-persepsi, gambaran-gambaran, harapan-harapan atas diri sendiri.

Secara sederhana kecemasan atau dalam bahasa psikologi biasa disebut dengan anxiety di definisikan sebagai aktivasi dan peningkatan kondisi emosi (Bird, 1986). Peningkatan dan aktivasi ini didahului oleh sebuah kekhawatiran dan kegelisahan atas apa yang akan terjadi. Dalam konteks pertandingan, tentu saja berkaitan dengan lawan dan harapan-harapan baik yang berasal dari diri sendiri maupun orang lain.

Cemas vs Arousal
Ada dua jenis peningkatan dan aktivasi kondisi psikologis ini. Selain anxiety, ada juga yang disebut dengan arousal. Keduanya merupakan hasil dari peningkatan kondisi mental seseorang. Bedanya berada pada tingkatan aktivasi dan jenis emosi yang muncul. Arousal bersifat lebih positif, artinya arousal memberi energi pada seseorang untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan. Arousal memberi tambahan tenaga yang mendasari sebuah perilaku. Keinginan untuk menang, menjatuhkan lawan dengan segera (dalam olahraga beladiri dan tinju), tampil lebih trengginas dan sebagainya adalah hasil yang muncul dari arousal ini.

Sedangkan cemas adalah kombinasi antara intensitas perilaku dan arah dari emosi yang lebih bersifat negatif (Bird, 1986). Perilaku yang sering muncul seiring dengan munculnya rasa cemas ini adalah ketakutan akan kalah, kekhawatiran atas performa diri dan prestasi lawan dan sebagainya. Dalam bahasa lain, para ahli sering mengganti istilah anxiety menjadi stress. Secara umum, kedua istilah ini digunakan secara bergantian dengan merujuk pada definisi yang sama. Kecemasan adalah hasil keraguan atas kemampuan untuk menangani situasi yang menyebabkan stress (Hardy, 1996 dalam Humara).

Pahlevi (1991), mendefinisikan kecemasan sebagai suatu kecenderungan untuk mempersepsikan situasi sebagai ancaman dan akan mempengaruhi tingkah laku. Handoyo (1980), mendefinisikan kecemasan sebagai suatu keadaan emosional yang dialami olah seseorang, dimana ia merasa tegang tanpa sebab. Hal yang nyata dan keadaan ini memberikan pengaruh yang tidak menyenangkan serta mengakibatkan perubahan-perubahan pada tubuhnya baik secara somatis maupun psikologis.

Teori awal yang menjelaskan tentang anxiety ini adalah Hipotesis U-terbaik. Dalam teori ini anxiety dikatakan memberi pengaruh yang besar terhadap penampilan. Semakin tinggi tingkat kecemasan, maka penampilan akan semakin optimal. Namun, jika berubah menjadi terlalu tinggi, maka penampilan akan semakin turun (seperti huruf U yang dibalik).

Anxiety sendiri dibagi menjadi beberapa jenis. Yang pertama adalah state anxiety atau biasa disebut sebagai A-state. A-state ini adalah kondisi cemas berdasarkan situasi dan peristiwa yang dihadapi. Artinya situasi dan kondisi lingkunganlah yang menyebabkan tinggi rendahnya kecemasan yang dihadapi. Sebagai contoh, seorang atlet akan merasa sangat tegang dalam sebuah perebutan gelar juara dunia. Sebaliknya, tidak begitu tegang saat menjalani pertandingan dalam kejuaraan nasional.
Yang kedua adalah trait anxiety atau biasa disebut dengan A-trait. Trait anxiety adalah level kecemasan yang secara alamiah dibawa oleh seseorang. Dalam A-trait ini tingkat kecemasan akan berbeda-beda dalam setiap individu berdasarkan kondisi kepribadian dasar yang dimilikinya. Sebagai contoh, pemain A akan merasa lebih rileks dalam menghadapi pertandingan di Pekan Olahraga Nasional, tapi untuk atlet lain dia justru merasa sangat tertekan dan sangat cemas meskipun bertanding dalam even yang sama. Hal ini disebabkan oleh persepsi dasar seorang individu dalam memandang sumber kecemasan.

Dan yang ketiga adalah Competitive anxiety. Competitive anxiety ini adalah kecemasan yang berhubungan dengan situasi kompetisi atau sebuah pertandingan. Competitive anxiety ini sendiri dibagi menjadi competitive trait anxiety dan competitive state anxiety.

Anxiety dan Penampilan
Secara sederhana, anxiety memberi pengaruh yang cukup besar terhadap penampilan seorang atlet. Menurut teori hipotesis U-terbalik maka penampilan seorang atlet akan semakin bagus saat tingkat kecemasan mulai meningkat. Namun, saat tingkat kecemasan mulai naik dan terus naik, kecenderungan penampilan akan menurun.

Namun, tingkat kecemasan dan stress antara satu orang dengan orang lain berbeda. Ada beberapa hal yang membedakan tingkat kecemasan atlet. Yang pertama adalah pengalaman. Atlet yang lebih berpengalaman terbukti memiliki level kecemasan yang lebih rendah dibandingkan dengan atlet yang baru saja masih amatir. Yang kedua adalah situasi dan kondisi kompetisi. Kompetisi yang bersifat lebih tinggi tingkatnya cenderung menyebabkan meningkatnya tingkat kecemasan bagi seseorang. Sebagai contoh level kejuaraan dunia ternyata lebih stressful dibanding dengan kejurnas. Selain level kompetisi, fase kompetisi itu sendiri juga memberi pengaruh yang cukup besar. Dalam kompetisi sepakbola yang berformat liga, situasi yang cenderung membuat cemas adalah saat-saat kompetisi mendekati akhir dengan nilai yang tidak terpaut jauh sehingga masih ada kemungkinan mengejar atau dikejar.

Level kecemasan juga dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan diri seorang pemain. Pemain yang secara alamiah mempunyai tingkat kepercayaan diri tinggi memiliki tingkat kecemasan yang lebih rendah dibandingkan dengan atlet yang rasa percaya dirinya rendah.

Jenis olahraga juga memberi sumbangan terhadap tingkat kecemasan. Olahraga yang bersifat individual menciptakan tekanan yang lebih besar dibandingkan dengan cabang olahraga tim (Humara, 1999). Hal ini wajar karena perasaan mempunyai teman akan membuat lebih tenang dan focus tidak terpusat pada dirinya.

Hal terakhir yang mempengaruhi tingkat kecemasan adalah jenis kelamin. Menurut beberapa penelitian, atlet perempuan lebih cenderung mempunyai tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan atlet laki-laki (Thuot, Kavouras, & Kenefick., 1998 dalam humara).


Selengkapnya...

Tugas-tugas perkembangan sepanjang rentang kehidupan

Tugas-tugas perkembangan sepanjang rentang kehidupan

Menurut Havighurst pada masa anak akhir (Hurlock, 1991 dan Rifai, 1997) dikemukakan dalam uraian berikut.
1. Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan-pemainan yang umum.Hakikat dari tugas perkembangan ini adalah mempelajari keterampilan-
keterampilan yang bersifat fisik/jasmani untuk dapat melakukan permainan.
Keterampilan yang dimaksudkan antara lain keterampilan dalam melempar,
menendang, melompat, meloncat, berenang, dan menggunakan alat-alat
permainan tertentu. Secara fisik, anak pada usia ini mengalami kematangan
tulang, otot, dan urat syaraf yang memungkinkan anak siap untuk melakukan
koordinasi gerak fisik. Selain itu, secara psikis khususnya


aspek sosial, anak
mulai mempunyai teman kelompok sebaya (peer group) yang dapat menghargai
apabila anak sebagai anggota kelompok memiliki keterampilan permainan sesuai
dengan tuntutan kelompoknya. Sekolah dasar seharusnya dapat memfasilitasi
anak laki-laki maupun perempuan usia SD/MI untuk membentuk kelompok
permainan bersama.

2. Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai mahluk yang sedang tumbuh. Hakikat tugas perkembangan ini adalah belajar mengembangkan sikap kebiasaan untuk hidup sehat, dengan cara memelihara badan agar tetap sehat,
menjaga kebersihan, keselamatan diri, menghindari penyakit, konsisten memelihara kesehatan, dan mempunyai sikap yang realistis terhadap seks. Pada saat ini, otot anak telah berkembang pesat dan tumbuh gigi tetap. Secara psikologis, anak dihargai atau tidak dihargai oleh teman sebaya dan orang dewasa berdasarkan keterampilan fisik dan penampilan diri. Sekolah dasar dapat membantu anak menyelesaikan tugas perkembangan ini dengan cara menjelaskan dan membiasakan anak untuk hidup sehat dan berpenampilan sesuai dengan tuntutan sosial budaya di lingkungan kehidupan anak, serta memberikan pendidikan seks khususnya menjelang akhir periode perkembangan ini.

3. Belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya. Hakikat tugas
perkembangan ini adalah anak belajar memberi dan menerima dalam kehidupan
sosial antara teman sebaya, dan belajar membina persahabatan dengan teman
sebaya, termasuk juga bergaul dengan musuhnya. Dengan demikian, anak belajar
sosialisasi dalam rangka pembentukan kepribadiannya. Pada saat ini, keadaan
fisik yang sehat dan bersih, serta penguasaan keterampilan fisik sangat penting
bagi terciptanya hubungan baik di antara teman sebaya.

Secara psikologis, anak mulai ke luar dari lingkungan keluarga dan memasuki dunia pergaulan dengan teman sebaya. Melalui pergaulan dengan teman sebaya, banyak hal yang dapat dipelajari anak seperti saling belajar menyesuaikan diri, terbentuknya sikap dan sifat jujur, sopan, sportif, dan toleran, yang akan mewarnai pembentukan
kepribadian anak selanjutnya. Sekolah dapat membantu anak menyelesaikan tugas perkembangan ini dengan menggunakan sosiometri untuk mengetahui status dan hubungan sosial anak dengan teman-temannya sehingga dapat memberikan bimbingan maupun kegiatan yang dapat memfasilitasi anak agar mau dan dapat bergaul dengan teman sebaya dan orang-orang di sekitarnya.


4. Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita dengan tepat. Hakikat tugas
perkembangan ini adalah anak belajar dan bertindak sesuai dengan peran seksnya
yaitu sebagi anak laki-laki atau anak perempuan. Secara fisik biologis, ada
perbedaan anatomi antara anak laki-laki dan perempuan sehingga mengakibatkan
masyarakat menuntut agar mereka berperan sesuai dengan jenis kelaminya. Anak
perempuan diharapkan mengidentifikasikan diri pada ibunya, sedangkan anak
laki-laki mengidentifikasikan diri pada ayahnya. Perbedaan peran sosial pria dan
wanita juga dipengaruhi kelas sosial anak. Anak dari kelas sosial menengah ke
atas dituntut peran sosial yang berbeda dibandingkan dengan anak dari kelas
sosial menengah ke bawah. Sekolah dasar dapat membantu anak dengan memberi
informasi dan memperlakukan anak sesuai dengan peran sosial sebagai anak laki-
laki atau perempuan yang berlaku di masyarakat di lingkungan anak menjalani
kehidupannya.

5. Mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca, menulis, dan berhitung. Hakikat tugas perkembangan ini adalah anak belajar mengembangkan
tiga keterampilan dasar yaitu membaca, menulis, dan berhitung yang diperlukan
untuk hidup di masyarakat. Pada saat ini, secara fisik khususnya urat syaraf
keterampilan motorik halus telah memungkinkan anak untuk belajar menulis dan
berhitung permulaan. Kemampuan membaca pemahaman berkembang sejalan
dengan perkem-bangan kemampuan kognitif anak. Setiap masyarakat mempunyai perbedaan harapan mengenai kemampuan dasar dan tingkatpendidikan bagi anaknya. Masyarakat tingkat sosial ekonomi rendah biasanya kurang memberikan dukungan agar anak-anaknya mencapai pendidikan yang tinggi dibandingkan dengan harapan masyarakat tingkat sosial ekonomi menengah dan atas. Sekolah dasar sangat berperan dalam mengembangkan keterampilan dasar membaca, menulis dan berhitung, juga dalam memotivasi anak untuk mencapai pendidikan yang lebih tinggi.

6. Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari. Hakikat tugas perkembangan ini adalah anak harus mempelajari berbagai
konsep agar dapat berpikir efektif mengenai permasalahan sosial di sekitar
kehidupan anak sehari-hari. Pada saat ini, otak anak sudah berkembang dan
matang untuk mempelajari konsep-konsep berdasarkan tahapan perkembangan
kognitif anak, serta dapat mengaplikasikan konsep tersebut dalam menghadapi
masalah kehidupan sehari-hari. Sekolah dasar melalui pendidikan dan pembelajaran hendaknya dapat menjelaskan konsep-konsep yang diperlukan secara jelas dan benar, sehingga dapat memudahkan anak untuk berkembang dalam kehidupannya.

7. Mengembangkan hati nurani, pengertian moral, serta tata dan tingkatan nilai.
Hakikat tugas perkembangan ini adalah mengembangkan moral yang bersifat
batiniah yaitu hati nurani, serta mengembangkan pemahaman dan sikap moral
terhadap peraturan dan tata nilai yang berlaku dalam kehidupan anak. Anak
belajar dan mengembangkan hati nurani dan nilai serta sikap moral (baik – buruk) melalui teladan dari orang tua di keluarga dan guru di sekolah, juga melalui pujian maupun larangan/hukuman terhadap perilaku moral yang dilakukan ataupun diperlihatkan anak, serta melalui pengalaman moral anak dengan teman-temannya.

8. Mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan lembaga-
lembaga. Hakikat tugas perkembangan ini adalah mengembangkan sikap sosial
yang demokratis dan menghargai hak orang lain. Setiap masyarakat mempuyai
sikap sosial sendiri-sendiri. Misalnya, masyarakat Indonesia menyukai sikap
tenggang rasa, dan kerja sama dalam alam demokrasi pancasila. Di sekolah dasar,
anak belajar sikap sosial terhadap berbagai hal, seperti sikap terhadap kelompok
agama, ras dan suku bangsa, serta kelompok sosial politik ekonomi yang
berlainan. Sikap terhadap kelompok sosial dapat dipelajari melalui cara meniru
orang atau kelompok sosial yang dipandang mempunyai prestasi lebih dan dapat
dibanggakan. Juga mencontoh melalui pengalaman menyenangkan ataupun tidak
menyenangkan terhadap kelompok sosial tertentu. Jadi sikap terhadap kelompok
sosial yang terbentuk pada masa anak sekolah dapat berubah/diubah oleh
pengalaman anak di kemudian hari.

9. Mencapai kebebasan. Hakikat tugas perkembangan ini adalah anak menjadi
individu yang otonom atau bebas, dalam arti dapat membuat rencana untuk masa
sekarang dan masa yang akan datang, bebas dari pengaruh orang tua atau orang
lain. Kebebasan pribadi pada anak dimungkinkan apabila anak menyadari bahwa
mereka dapat berbuat lebih baik dari orang tua atau guru mereka. Dengan demikian, mereka pun dapat mulai mengembangkan pengetahuannya secara bebas dan membuat keputusan sendiri tanpa terlalu tergantung pada orang tua, guru, atau orang dewasa lainnya.

Keberhasilan melaksanakan tugas-tugas perkembangan sebelumnya seperti mampu bergaul dan menyesuaikan diri dengan teman sebaya, berkembangnya konsep dan pengetahuan anak, serta berkembangnya hati nurani dan nilai serta sikap moral anak sangat membantu dan berpengaruh terhadap pemilihan keputusan yang diambil. Keluarga, sekolah, dan teman-teman sebaya dapat menjadi ”laboratorium” bagi perkembangan kebebasan anak dalam menentukan pilihan keputusan. Memang dapat terjadi anak salah mengambil keputusan. Oleh karena itu, bimbingan dari orang dewasatetap diperlukan.


Selengkapnya...